Selasa, 18-Februari-2025, 11:08
Di zaman penuh paradoks ini, kepala manusia semakin licin sementara pikiran mereka semakin kusut. Lelaki gondrong, yang dulu menjadi simbol keberanian dan kebebasan, kini hanya dilihat sebagai pecundang malas, sisa-sisa budaya yang tertinggal. Sebuah zaman di mana memotong rambut menjadi tindakan yang dianggap lebih “maju.”
Di tengah dunia yang gemar memotong apa pun—rambut, akar, bahkan sejarah—tinggallah seorang lelaki gondrong bernama Karna. Rambutnya terurai sampai punggung, seperti sungai yang terus mengalir, membawa sesuatu yang lebih dari sekadar cerita. Di sudut kota Santralia, tempat ia tinggal, semua orang tahu bahwa Karna bukan lelaki biasa. Mereka hanya tidak tahu bagaimana caranya.
Namun di balik rambutnya yang panjang, ada sebuah rahasia yang melibatkan cinta, perang, dan kutukan yang menolak mati.
Di sebuah salon kecil di Santralia, Karna berdiri sambil memotong rambut seorang pelanggan. Di sekitarnya, poster-poster pemerintah bergelantungan di dinding jalan:
“BERAMBUT PENDEK ADALAH PILIHAN CERDAS.”
“LELAKI GONDRONG: LAMBANG KEMUNDURAN!”
Pelanggan di kursi salon, seorang wanita bernama Sinta, tertawa kecil sambil membaca poster itu.
“Lucu, ya,” katanya, menatap bayangan Karna di cermin. “Mereka benar-benar takut sama rambut panjang.”
“Takut pada sesuatu biasanya berarti ada kekuatan di dalamnya,” jawab Karna sambil memotong ujung rambut Sinta dengan hati-hati.
Sinta tersenyum. Ia satu-satunya pelanggan tetap Karna, dan mungkin satu-satunya orang yang mengerti bahwa rambut panjang Karna bukan sekadar gaya. Ada sesuatu dalam dirinya—sesuatu yang memancar dari tatapannya, dari caranya berbicara. Sinta tahu Karna menyimpan cerita, tetapi ia terlalu sopan untuk bertanya.
“Kenapa kau tidak memotong rambutmu saja?” tanya Sinta sambil bercanda. “Mungkin pelangganmu akan bertambah.”
Karna tertawa pelan, sebuah tawa yang terdengar lebih tua daripada usianya.
“Jika aku memotong rambutku, kau akan kehilangan cerita yang ada di dalamnya.”
“Cerita?”
“Ya,” jawab Karna, sambil melipat kain penutup rambut Sinta. “Ada hal-hal yang hanya bisa diceritakan oleh rambut panjang.”
Empat abad sebelumnya, di sebuah kerajaan bernama Kalinggana, rambut panjang adalah simbol kekuatan. Lelaki gondrong adalah pilar kerajaan, melindungi tanah itu dengan keahlian mereka yang luar biasa. Salah satu dari mereka adalah Jatara Lindu, pendekar terhebat sekaligus pemimpin pasukan gondrong.
Namun, kisah Jatara tidak hanya tentang perang. Di sebuah desa kecil di perbatasan kerajaan, Jatara jatuh cinta pada seorang perempuan bernama Larasmita, seorang pembuat kain yang tinggal di dekat hutan. Larasmita sering berkata, “Rambut panjangmu seperti pohon besar. Jika kau tumbang, siapa yang akan melindungi hutan ini?”
Hubungan mereka dirahasiakan, karena Jatara, sebagai seorang pendekar, tidak boleh terikat pada cinta. Ia harus setia pada pedangnya, pada rajah di tubuhnya, dan pada Rajah Bumi, pedang legendaris yang dipercayakan padanya.
Namun cinta mereka tidak bertahan lama. Pada malam yang sama ketika Jatara melamar Larasmita dengan sebuah ikatan rambut, kerajaan diserang oleh penjajah dari seberang lautan. Dalam pertempuran itu, Larasmita tewas terkena panah musuh, meninggalkan Jatara dengan rasa bersalah yang tak pernah hilang.
Sebelum meninggal, Larasmita berbisik:
“Jangan pernah memotong rambutmu, Jatara. Biarkan aku hidup di dalamnya.”
Kembali ke Santralia, Karna menutup salonnya lebih awal malam itu. Ia tahu ada sesuatu yang salah di udara. Ketika ia berjalan pulang, ia melihat poster-poster baru terpajang di sepanjang jalan:
“OPERASI GONDRONG: TIDAK ADA TEMPAT UNTUK RAMBUT PANJANG!”
Di rumahnya, Karna membuka sebuah peti kayu yang sudah berumur ratusan tahun. Di dalamnya, terbaring Rajah Bumi, pedang legendaris yang kini telah kehilangan kilaunya. Ia menyentuh gagang pedang itu dengan lembut, dan seketika suara-suara dari masa lalu berbisik di telinganya.
“Kau belum selesai, Karna,” kata suara Jatara Lindu, terdengar seperti angin yang berhembus di tengah malam.
Karna menghela napas. Setiap kali ia menyentuh pedang itu, ia merasa seolah-olah seluruh beban dunia kembali menimpanya. Ia adalah keturunan terakhir dari Jatara Lindu, penerus kutukan yang terus mengalir dalam darahnya.
Setelah kematian Larasmita, Jatara berubah. Ia menjadi lebih pendiam, lebih dingin. Para pendekar gondrong mulai memandangnya dengan rasa hormat yang bercampur takut. Namun perubahan terbesar terjadi ketika salah satu pengikutnya, Kala Rumeksa, memotong rambutnya di depan seluruh pasukan.
“Aku ingin melihat apakah kekuatan kita benar-benar ada di rambut kita, atau di hati kita,” kata Kala.
Perpecahan pun terjadi. Beberapa pendekar mengikuti langkah Kala dan memotong rambut mereka, percaya bahwa kekuatan sejati tidak bergantung pada tradisi. Namun Jatara, yang masih terikat oleh janji cintanya kepada Larasmita, menganggap tindakan itu sebagai pengkhianatan.
Malam itu, Jatara membawa pasukannya yang masih gondrong ke medan perang terakhir mereka, melawan pasukan Kala yang kini menjadi pendekar berambut pendek. Perang saudara itu menghancurkan kerajaan, dan legenda lelaki gondrong perlahan terkubur bersama para korbannya.
Sebelum menghilang, Jatara Lindu membawa Rajah Bumi ke sebuah tempat rahasia, berjanji bahwa pedang itu hanya akan digunakan ketika dunia benar-benar membutuhkannya.
Sinta mengetuk pintu rumah Karna.
“Kau tidak membuka salon hari ini?” tanyanya, menatap Karna yang sedang duduk di lantai dengan rambut terurai.
Karna menatapnya dengan mata yang penuh kelelahan. “Tidak ada gunanya. Pemerintah akan menutupnya minggu depan.”
“Lalu kau akan pergi begitu saja?”
“Apa lagi yang bisa kulakukan?” Karna menghela napas. “Mereka tidak peduli pada orang seperti aku.”
Sinta duduk di sebelahnya, menyentuh rambut Karna yang panjang.
“Kau tahu, aku selalu ingin tahu kenapa kau memilih untuk tetap gondrong. Ada sesuatu dalam rambutmu yang membuatku merasa… aman.”
Karna tersenyum kecil. “Jika aku menceritakan semuanya, kau mungkin tidak akan percaya.”
“Coba saja.”
Dan malam itu, Karna menceritakan semuanya—tentang Jatara Lindu, tentang Larasmita, tentang Rajah Bumi, dan tentang kutukan yang membuat lelaki gondrong dibenci. Sinta mendengarkan dengan serius, seolah-olah setiap kata Karna adalah rahasia besar yang ditulis di bintang-bintang.
“Jadi, kau adalah keturunan terakhir mereka?” tanya Sinta ketika Karna selesai.
“Ya.”
“Dan kau tidak ingin melawan?”
Karna terdiam. “Melawan apa? Dunia ini sudah lupa siapa kami. Mereka hanya takut pada sesuatu yang tidak mereka mengerti.”
Sinta menggenggam tangan Karna. “Mungkin mereka hanya butuh seseorang untuk mengingatkan.”
Ketika Komunitas Anti Gondrong datang untuk menutup salon Karna keesokan harinya, mereka tidak mendapati Karna melarikan diri. Ia berdiri di depan pintu salonnya, rambutnya terurai seperti perisai yang melawan angin.
Pemimpin komunitas itu, seorang pria berkepala plontos bernama Darmo, tertawa kecil. “Lihat siapa yang mencoba melawan. Kau pikir rambutmu bisa menyelamatkanmu?”
Karna tidak menjawab. Ia hanya menundukkan kepalanya, lalu mengangkat sesuatu dari balik pintu: Rajah Bumi, yang kini berkilauan seperti petir di tengah malam.
Ketika Darmo dan anak buahnya menyerang, Karna bergerak seperti bayangan. Setiap tebasan Rajah Bumi meninggalkan jejak cahaya, memotong udara dengan kecepatan yang tak terlihat. Dalam hitungan detik, Darmo dan anak buahnya terkapar, tidak terluka tetapi tidak mampu berdiri.
Namun kemenangan itu tidak berlangsung lama. Dalam waktu singkat, seluruh kota menjadi gempar. Pemerintah mengirim pasukan untuk menangkap Karna, menganggapnya sebagai ancaman.
Sinta, yang menyaksikan semuanya dari jauh, berlari menghampiri Karna. “Kau tidak bisa melawan mereka sendirian!”
“Aku tidak punya pilihan,” jawab Karna.
Namun sebelum ia sempat melakukan apa pun, Sinta berdiri di depannya, menghadang pasukan yang mendekat.
“Jika kalian ingin menangkap dia, kalian harus melewati aku dulu!” teriak Sinta.
Karna terkejut, tetapi juga tersentuh. Untuk pertama kalinya dalam hidupnya, ia merasa ada seseorang yang benar-benar mengerti dirinya.
Ketika pasukan semakin mendekat, Karna menyadari sesuatu: bahwa melawan tidak akan mengubah apa pun. Ia menurunkan Rajah Bumi dan menatap Sinta dengan penuh rasa terima kasih.
“Kita tidak bisa menang dengan perang,” katanya.
Sinta mengangguk. “Tapi kita bisa menang dengan mengingat.”
Dan malam itu, Karna menghilang bersama Sinta dan Rajah Bumi, meninggalkan Santralia untuk selamanya.
Bertahun-tahun kemudian, legenda Karna dan lelaki gondrong kembali hidup, tetapi dengan cara yang berbeda. Buku-buku sejarah mulai mencatat kisah mereka, tetapi tidak sebagai pahlawan. Mereka dikenang sebagai ancaman, sebagai bayangan yang selalu ada di balik setiap sudut dunia.
Namun di hati Sinta, Karna akan selalu menjadi lelaki yang mengajarkan bahwa rambut panjang bukan hanya soal gaya—itu adalah tanda perlawanan, cinta, dan ingatan yang menolak dilupakan.
Lahat, November 2024
Penulis: Aan Kunchay
LAHAT - Sabtu, 19-April-2025 - 20:12
selengkapnya..
MERAPI SELATAN - Sabtu, 19-April-2025 - 20:09
selengkapnya..
MERAPI SELATAN - Sabtu, 19-April-2025 - 20:08
selengkapnya..
MERAPI SELATAN - Sabtu, 19-April-2025 - 20:06
selengkapnya..
JAKARTA – Sabtu, 19-April-2025 - 20:03
selengkapnya..
LAHAT - Jumat, 18-April-2025 - 20:39
selengkapnya..
LAHAT - Jumat, 18-April-2025 - 20:38
selengkapnya..
PSEKSU - Jumat, 18-April-2025 - 20:36
selengkapnya..
LAHAT - Jumat, 18-April-2025 - 20:35
selengkapnya..
MERAPI TIMUR - Jumat, 18-April-2025 - 20:34
selengkapnya..
KIKIM TIMUR - Jumat, 18-April-2025 - 20:33
selengkapnya..
GUMAY TALANG - Jumat, 18-April-2025 - 20:32
selengkapnya..
LAHAT - Jumat, 18-April-2025 - 07:03
selengkapnya..
LAHAT - Kamis, 17-April-2025 - 20:31
selengkapnya..
LAHAT - Kamis, 17-April-2025 - 20:24
selengkapnya..
LAHAT - Kamis, 17-April-2025 - 20:22
selengkapnya..
LAHAT - Kamis, 17-April-2025 - 20:17
selengkapnya..
LAHAT - Kamis, 17-April-2025 - 20:10
selengkapnya..
LAHAT - Kamis, 17-April-2025 - 20:09
selengkapnya..
PULAU PINANG - Kamis, 17-April-2025 - 20:07
selengkapnya..
LAHAT - Kamis, 17-April-2025 - 20:04
selengkapnya..
KIKIM SELATAN - Kamis, 17-April-2025 - 20:02
selengkapnya..
KIKIM TIMUR - Kamis, 17-April-2025 - 14:32
selengkapnya..
KOTA AGUNG - Rabu, 16-April-2025 - 20:53
selengkapnya..
LAHAT - Rabu, 16-April-2025 - 20:52
selengkapnya..
LAHAT - Rabu, 16-April-2025 - 20:51
selengkapnya..
MERAPI BARAT - Rabu, 16-April-2025 - 15:43
selengkapnya..
LAHAT - Rabu, 16-April-2025 - 15:41
selengkapnya..
LAHAT - Rabu, 16-April-2025 - 15:41
selengkapnya..
LAHAT - Rabu, 16-April-2025 - 15:40
selengkapnya..
LAHAT - Rabu, 16-April-2025 - 15:39
selengkapnya..
LAHAT - Rabu, 16-April-2025 - 15:38
selengkapnya..
PULAU PINANG - Rabu, 16-April-2025 - 15:37
selengkapnya..
LAHAT - Rabu, 16-April-2025 - 15:36
selengkapnya..
LAHAT - Rabu, 16-April-2025 - 15:35
selengkapnya..
KIKIM SELATAN - Jumat, 11-April-2025 - 23:46
selengkapnya..
LAHAT - Jumat, 11-April-2025 - 20:08
selengkapnya..
LAHAT - Jumat, 11-April-2025 - 20:07
selengkapnya..